Kalau sebelumnya (hampir 1 tahun belakangan), saya selalu berbagi pengalaman perjalanan tentang wisata-wisata kota. Kebanyakan tempat yang di datangi berupa city tour, wisata bahari ataupun treking dan hiking ringan.
Alhamdulillah, Beberapa waktu yang lalu, akhirnya bisa merasakan kembali sensasi mendaki gunung.
Saya sangat pemula dalam hal ini. Meski bukan yang pertama, tetapi untuk melakukan wisata minat khusus ini masih hitungan jari.
Terakhir kali mendaki sekitar awal tahun 2017, mengunjungi Gunung Salak. Dekat tempat tinggal saya di Sukabumi.
Rasanya rindu dengan atmosfer mendaki. Rindu menembus rintangan di trek pendakian, rindu udara sejuk-menusuk khas pegunungan, rindu perpaduan kabut pagi dan matahari terbit, yang meski salah satunya tidak ada, tidak pernah merubah syahdu nya pagi di pegunungan.
Dan satu lagi yang tidak kalah dirindukan. Yaitu seruan para senior, yang selalu menyemangati kami (para pemula), dengan kibulan “bentar lagi puncak”. Padahal mah gak nyampe-nyampe. Hehehe.
Yahh... karena sudah tidak tahan menahan rindu ini (ceilah...), akhirnya saya memutuskan untuk coba mendaki lagi.
Kenapa Memilih Mendaki Gunung Prau?
Tentu, karena keindahan yang ditawarkan MahaPrau sudah tidak diragukan lagi. Gunung Prau disebut-sebut sebagai tempat melihat matahari terbit terbaik di Indonesia (konon se-asia tenggara. Benarkah?).
Prau menjadi atap kumpulan wisata-wisata Dieng yang juga sudah tidak asing lagi untuk prihal keindahannya.
Baca Juga: Pesona Dieng. Info Penginapan, Objek Wisata, Tarif serta Itinerary Lengkap!
Selain itu, pertimbangan lainnya, karena Gunung Prau masih terbilang ramah pemula. Sepertinya tidak akan terlalu menyulitkan. Apalagi rencana awalnya, saya hanya akan mendaki bersama 3 teman yang semuanya perempuan.
Meski pada akhirnya teman jalan saya waktu itu sekitar 11 orang (mix laki-laki & perempuan), berkat ajakan di forum-forum Facebook. Alhamdulillah ada yang jagain. Hehehe.
Gunung Prau dikenal berada pada ketinggian 2565 meter diatas permukaan laut. Padahal konon itu adalah ketinggian camping ground Gunung Prau, sedangkan puncak Gunung Prau sendiri berada pada ketinggian 2590 MDPL (sesuai plang di puncak)
Gunung Prau masih tergolong gunung dengan ketinggian yang sedang, atau bahkan rendah. Tapi meski begitu, tetap perlu usaha besar untuk sampai keatas sana.
Lokasinya berada di Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Tapi secara administratif masuk ke dalam 5 kabupaten yakni Wonosobo, Banjarnegara, Kendal, Batang dan Temanggung.
Konon katanya kalau kita mengitari menara di Puncak Gunung Prau, maka artinya kita telah menginjakan kaki di 5 kabupaten tersebut. Hmmm... Bisa gitu ya.
Jika teman-teman pernah menikmati wisata kota Dieng, tidak ada salahnya mencoba naik tingkat untuk mendaki atap Dieng yaitu Gunung Prau ini.
Untuk jalur pendakiannya sendiri ada 6 jalur. Melalui Patak Banteng, Dieng Kulon, Dieng Wetan, Campurejo, Kali Lembu dan Wates. Tapi yang paling populer adalah jalur Patak Banteng dan Dieng.
Menuju basecamp pendakian Patak Banteng sangatlah mudah. Lokasinya berada sebelum Dieng, kalau dari arah Wonosobo.
Menggunakan kendaraan mikro bus / elf khas Dieng dari Terminal Wonosobo, perjalanan sekitar 1 – 1 setengah jam. Sopir elf / mikro bus pasti sudah paham dimana akan menurukan kita, tanpa perlu kita jelaskan pun.
Menuju Dieng Untuk Mendaki Gunung Prau, Info Transportasi
Hari itu 24 Agustus 2018 saya berangkat dari rumah (Sukabumi) menuju Jakarta terlebih dahulu untuk bertemu dengan sebagian teman jalan saya.
Dari Sukabumi saya hanya ditemani 3 teman saja. Formasi yang tidak lengkap, karena yang lain sedang sibuk dengan urusannya masing-masing.
Kami akan menggunakan bus AKAP untuk mengantarkan ke tujuan.
Kenapa tidak dengan kereta?
Alasannya tidak lain, untuk efektifitas waktu. Karena saya pernah mengunjungi Dieng dengan kereta januari lalu, yang mana lumayan bikin ribet. Akhirnya kali ini memilih untuk mencoba menggunakan bus saja.
Untuk biaya sebetulnya hampir sama saja ya.
Penjelasan cara menuju Dieng dengan kereta dan bus sudah pernah dibahas di artikel #1 Negeri Di Atas Awan Dieng, Akses Kesana Berikut Biayanya.
Bus AKAP yang saya gunakan adalah PO. Pahala Kencana. Start dari terminal Pulo Gebang, Caking, Jakarta Timur.
Untuk bus-bus AKAP menuju wonosobo sendiri dari Jakarta sangat bervariasi ya, bisa dipilih sendiri sesuai selera dan budget.
Selain Pahala Kencana ada juga Sinar Jaya, Murni Jaya, Rosalia Indah, Dieng Indah, dll. Dengan titik keberangkatan dari terminal-terminal dan kantor agen yang tersebar di setiap sudut Jakarta.Sedikit saya beri ulasan untuk bus PO. Pahala Kencana. Armada masih terbilang bagus dan layak. Cukup nyaman dengan seat 2-2. Meskipun sebenarnya tidak terlalu lebar / leluasa, karena mungkin ini adalah VIP class (sekelas AC Bisnis).
Tersedia toilet, entah bagaimana penampakannya (nggak sempet coba). Dan diberi voucher makan gratis.
Bus yang akan saya tumpangi itu diagendakan berangkat sekitar jam 6 sore. Sebelumnya, saya sudah bertemu dengan beberapa teman dahulu diperjalanan menuju Terminal Pulogebang. Hingga akhirnya terkumpul 7 orang pada saat itu untuk berangkat sama-sama menggunakan bus. Sedangkan 4 orang sisanya akan bertemu di tempat transit berikutnya yaitu Terminal Wonosobo.
Perjalanan memakan waktu hampir 12 jam, include istirahat makan. Plus sedikit kendala diperjalanan, yaitu bus mogok tepat pukul 12 malam. Sehingga harus di pindahkan ke bus Pahala Kencana lain yang searah.
Agak ribet sih, tapi not bad, karena meski pindah armada tetap disesuaikan tempat duduknya. Jadi tetap bisa tidur nyaman sampai tujuan.
Singkat cerita, tibalah kami di terminal Wonosobo sekitar pukul 5.30 pagi. Langsung istirahat sambil bersih-bersih dan menunggu teman-teman yang lain bergabung.
Tidak perlu menunggu lama, karena ternyata teman-teman yang lain sudah tiba lebih dahulu sebelum kami datang. Kecuali satu orang yang masih tertahan diperjalanan karena terhambat sesuatu hal.
Akhirnya terkumpul 10 orang di terminal Wonosobo waktu itu. Tanpa menunggu anggota lengkap, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Basecamp Patak Banteng untuk istirahat disana, sambil menunggu teman yang belum datang tersebut.
Kami mampir di warung sekitar basecamp untuk istirahat, Warung Selonjor milik mas Yoko Koyo Ko. Posisinya persis warung pertama dari arah kedatangan di area basecamp Patak Banteng.
Selain Warung Selonjor itu sendiri, banyak tersedia warung-warung di sekitar basecamp. Warung-warung dilengkapi WC umum yang bisa digunakan pengunjung untuk bersih-bersih, baik ketika akan naik atau turun dari Gunung Prau.
Jadi, jangan khawatir gak bisa bersih-bersih ya. Meski sudah buluk turun gunung dan mesti melanjukan perjalanan pulang langsung misalnya. Kalian bisa bersih-bersih dulu disekitar basecamp.
Toilet-toilet umum tersebut ada juga yang dilengkapi pemandian air panas, mengingat suhu di kaki gunung nya saja sudah sangat dingin. Cukup bayar 5 ribu saja sudah bisa mandi air hangat.
Rencananya kami akan naik setelah dzuhur, sekitar jam 1 atau 2 siang. Waktu yang ideal supaya bisa sampai atas sebelum gelap. Berhubung banyak pemula, pastinya perjalanan akan lebih lama dari seharusnya. Maklum jalan 5 langkah, nyendernya 5 menit. Haha.
Tapi rencana tinggal rencana. Yang tadinya akan memulai pendakian jam 1, harus molor 3 jam karena si teman yang satu lagi tidak kunjung datang. Bus ngetem katanya, terus macet, apes sekali dia ya. Heuuu
Tapi gak apa-apa, harus tetap dinikmati sebagai bumbu perjalanan. Kami tetap setia menanti, sembari quality time saling mengenal, mengakrabkan diri dan membangun chemistry satu sama lain. Ya harus lah, kan supaya petualangan nyaman dan seru.
Memulai Pendakian Gunung Prau
Setelah mengurus perizinan dengan membayar simaksi sebesar 10K/ orang, kami memulai pendakian sekitar pukul 4 sore.
Kemaleman dong?
Tentu!
Tapi gak masalah. Dikasih bonus kok. Sunset ditengah trek. Lumayan nge-charge semangat. Hehe.
Gunung Prau terkenal dengan sebutan gunung sejuta umat. Jika weekend, jangan takut sendirian. Mendaki malam haripun rame, udah kayak jalan di trotoar kota. Apalagi jika libur nasional, diatas bisa jadi lautan tenda katanya.
Mungkin pertimbangan-pertimbangan diatas adalah alasannya. Sudah cantik, ramah pemula juga. Ya mauuuu..
Yang masih coba-coba naik gunung, sudah pasti kesini targetnya. Dari anak-anak sampai orang tua bisa kita temui di Gunung Prau. Meski menurutku trek nya gampang-gampang susah, lumayan bikin ngos-ngosan.
Gunung Prau bukan merupakan gunung api, tidak memiliki kawah aktif. Diatas juga tidak ada mata air, jadi perlu perbekalan yang cukup dari bawah ya jika kesana ya.
Pendakian kami waktu itu memakan waktu sekitar 4 jam. Menerobos gelapnya jalur pendakian dengan bantuan headlamp. Tidak terlalu menyulitkan kok, karena pijakan di jalurnya sudah ada dan lebar.
Tapi tetap berhati-hati ya, udara sudah mulai menusuk menjelang malam. Apalagi kemarin itu sedang kemarau panjang, angin kencang dan berdebu. Semakin lama bisa membuat mata perih dan nafas sesak. Sangat dianjurkan untuk menggunakan masker / buff.
Menjelang pukul 8 malam, kami tiba di camp ground gunung prau. Sebuah savana rumput yang sangat luas. Kebetulan waktu itu tidak terlalu sesak diatas, jadi bisa leluasa memilih tempat mendirikan tenda.
Sambil menunggu tenda berdiri, buru-buru ambil kompor untuk membuat perapian. Need hot water. Brrrrr... tangan udah mati rasa saking dinginnya.
Suhu terasa semakin dingin, meski tidak sedingin minggu-minggu sebelumnya. Yang konon sampai minus. Malam itu sekitar 5 derajat kayaknya (gak ngukur juga sih).
Oh ya, Di Dieng saat puncak musim kemarau bisa sedingin Eropa. Bahkan bisa keluar salju / disana sebut embun upas.
Kalau ingin merasakan salju Dieng, datanglah sekitar bulan Juli - awal Agustus. Biasanya ada event rutin juga di bulan-bulan itu. Yaitu Dieng Cultire Festival (DCF).
Karena malam itu di sekitar kita sudah gelap gulita, cantiknya view di Prau pun belum kelihatan. Akhirnya setelah beres-beres dan makan malam, kami masuk tenda masing-masing untuk istirahat. Dempet-dempetan dan dibalut sleeping bag masing-masing, lumayan sedikit-sedikit mengusir hawa dingin Prau malam itu. Tidur dehhh...
Pagi menjelang. Mengintip sekitar dari celah tenda saja sudah wow.. Semakin dibuka, wow wooow..
Ini nih yang biasanya dilihat di Media Sosial. Photo-photo di instagram yang lumayan bikin racun untuk segera datang. Hari itu bisa mempersilahkan mata kepala sendiri untuk melihat langsung aslinya. Masyaa Allah. Alhamdulillah Wa Syukurillah.
Gunung Sumbing dan Sindoro yang gagah berdampingan, menjadi icon dari panorama Gunung Prau. Sementara itu disisi lain telihat pula Gunung Merbabu dan Gunung Merapi yang tampak kecil dari kejauhan. This is Art of Earth. Lukisan indah karya sang khaliq.
Uniknya, view gunung kembar Sumbing dan Sindoro malah menjadi primadona dan ciri khas dari landscape di Gunung Prau. Dibandingkan view Puncak Prau itu sendiri.
Baca Juga: Serunya Jelajahi Pulau-pulau di Lampung Selatan
Menikmati keindahan sekitar sambil seruput teh atau kopi adalah wajib hukumnya ketika di Gunung. Bahkan saya yang no cafein pun, kalau di gunung harus nyeruput satu atau dua kali mah. Rasanya beda sih. Hahaha.
Puas menikmati dan pepotoan, kami bergegas beres-beres karena rencananya akan turun lebih awal untuk melanjutkan berwisata di wisata Dieng.
Kami akan turun melalui jalur yang berbeda, dari jalur saat naik, yaitu akan menggunakan Jalur Dieng Kulon.
Kami berpisah dengan 2 teman yang tidak bisa melanjutkan petualangan bersama di Dieng, dan harus segera kembali ke tempatnya masing-masing. Mereka turun melalui jalur yang sama yaitu Patak Banteng. Bye.. Sampa jumpa lagi.
Dengan anggota yang tersisa yaitu 9 orang, kami mulai perjalanan turun sekitar setengah 9 pagi. Perjalanan turun lebih cepat, karena tinggal gelinding aja. Haha.
Padahal jalur Dieng ini lebih panjang dari Jalur Patak Banteng katanya, tetapi kami hanya perlu 3 jam saja sudah sampai di Basecamp Dieng Kulon Dwarawati. Keren kaaan??? Ga juga sih.
Pengalaman mendaki Gunung Prau menjadi pengalaman yang menarik untuk saya. Meski bukan pertama kalinya mendaki, tapi setiap perjalanan selalu memberikan kesan yang berbeda. Selain tentunya teman-teman baru, yang semakin lama semakin akrab layaknya saudara. Terimakasih ya teman-teman.
Selain itu juga banyak yang didapat dari perjalanan mendaki Gunung Prau, si cantik yang ramah pemula itu.
Semoga ada yang bisa diambil dari cerita perjalanan saya kali ini untuk teman-teman yang berencana mendaki Gunung Prau. Entah sekedar informasi transportasi, itinerary ataupun persiapan untuk mendaki Gunung Prau.
Untuk cerita perjalanan di Dieng, Insyaa Allah di artikel berikutnya.
Terimakasih banyak my team : Rain, Teh Ibo, Yati. Lalu Bang Yudi dari Lampung, Bang Firman dari Palembang, Bang Ucin dan Bang Ubay dari Jakarta, Bang Adnan dari Cikampek, A Toat dari Bogor dan Tante Meli dari Depok.
Tonton videonya yuk!
Posting Komentar