Mendengar kata Krakatau, ingatan kita otomatis tertuju pada legenda gunung api yang pernah meledak dahsyat sekitar tahun 1883 silam. Meski hanya tau cerita-cerita nya saja, tapi seakan kita bisa merasakan sendiri bagaimana luar biasanya letusan gunung api yang konon menjadi letusan gunung api terbesar yang terekam sepanjang sejarah kegunung-apian dunia.
Awan panas dan tsunami akibat letusan tersebut menewaskan lebih dari 30.000 jiwa. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakan di Hiroshima dan Nagasaki. Bukan hanya di Indonesia, katanya suara letusan terdengar sampai di Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika.
Selain itu, pengaruh letusan Krakatau juga menyebabkan perubahan iklim dunia. Dunia menjadi gelap selama 2 hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Debu vulkanik sempat juga menutupi langit Norwegia hingga New York (Wikipedia). Huahhh merinding sekali ya....
Lalu siapakah Anak Krakatau ini? Dan ada hubungan apa dengan Gunung Krakatau yang pernah meletus itu?
Nah, sebagai catatan saya dan untuk pengetahuan teman-teman, yang mungkin belum tau atau belum sempat mencari tau mengenai Gunung Krakatau dan Anak Gunung Krakatau. Terlebih dahulu mari kita bahas silsilah atau asal-usulnya. Para ahli memperkiraan pada zaman purba terdapat sebuah gunung api yang sangat besar di selat sunda, dan kemudian meletus sehingga menciptakan kaldera. Gunung tersebut disebut Krakatau Purba.
Krakatau Purba ini merupakan induk dari Gunung Krakatau yang meletus tahun 1883. Akibat letusan Krakatau Purba terciptalah kaldera yang sangat besar. Sisi-sisi kawahnya dikenal dengan pulau rakata, pulau panjang, dan pulau sertung. Dengan berjalannya waktu, pulau rakata yang merupakan satu dari 3 pulau di sisi kawah Krakatau Purba tumbuh karena dorongan vulkanik dari perut bumi. Lalu kemudian muncul 2 gunung baru ditengah kawah bernama Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan, yang lama-lama menyatu dengan Gunung Rakata yang sudah tumbuh terlebih dahulu.
Persatuan ketiga gunung inilah yang disebut Gunung Krakatau. Aktifitas vulkanis terus terjadi di Gunung Krakatau sejak tahun 1680, tapi tidak pernah menghasilkan letusan yang menghancurkan dirinya. Hingga 200 tahun, yakni tahun 1880 lah akhirnya terjadi letusan maha dahsyat yang meluluh-lantahkan pulau-pulau disekitarnya.
Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan hancur, dan setengah tubuh Gunung Rakata juga hancur (setengah kerucutnya hilang). 40 tahun berselang, sekitar tahun 1927 munculah gunung baru yang kemudian dinamai Anak Gunung Krakatau. Jadi, Anak Krakatau ini generasi ketiga dari ke-1 adalah Krakatau Purba lalu ke-2 Krakatau. Tapi masyarakat sekitar sampai sekarang masih umum menyebut Anak Krakatau dengan sebutan Gunung Krakatau.
Anak Gunung Krakatau terus bertumbuh hingga sekarang. Pertumbuhan Anak Krakatau terbilang cukup pesat, kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 0,5 meter per bulan. Setiap tahun ia menjadi lebih tinggi 6 meter dan lebih lebar 12 meter. Saat ini ketinggian Anak Krakatau masih dibawah 400 meter di atas permukaan laut, hampir setengah dari tinggi Gunung Krakatau saat meletus. Yakni sekitar 800 MDPL kala itu.
Menilik sejarah sang induk yang begitu menakutkan, tak lantas menjadikan Anak Krakatau sebagai momok yang menakutkan juga. Buktinya pesona Anak Krakatau tetap bersinar tidak kalah di bandingkan gunung-gunung lain di Indonesia. Malah pemerintah Lampung setiap tahun mengadakan Festival Krakatau, yang bertujuan untuk mengingat tragedi meletusnya Gunung Krakatau. Dan selalu diminati banyak pendatang dari berbagai kalangan. Salah satu agenda acara tersebut adalah mengunjungi Anak Gunung Krakatau.
Gunung api yang menjuarai Volcano Cup 2018 ini merupakan cagar alam yang dilindungi. Karena katanya terdapat berbagai spesies-spesies unik yang hanya bisa ditemukan disana. Dari mulai tumbuhan, hewan, dll. Oleh karena itu kawasan Anak Gunung Krakatau sebetulnya tidak direkomendasi untuk tempat wisata. Selain itu yang menarik dari Anak Krakatau adalah lokasinya. Gunung api yang berada di tengah lautan dan samudera hanya ada sedikit saja di Indonesia bahkan dunia. Dan Anak Gunung Krakatau inilah salah satunya.
Informasi terbaru, Anak Krakatau memperlihatkan aktivitas-aktivitas vulkanis nya. Meski sebetulnya itu adalah hal biasa. Karena menurut para ahli, dengan cara letusan-letusan itulah Anak Krakatau tumbuh dan bertambah tinggi. Namun sejak 18 Juni 2018 aktivitas Anak Krakatau semakin meningkat, hingga muncul di permukaan dan senter diberitakan di berbagai media sehingga cukup menimbulkan kecemasan di luaran sana.
Meski pihak-pihak berwenang seperti dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah sudah memberikan pernyataan bahwasanya aktifitas Anak Krakatau masih terbilang wajar. Dan status Anak Gunung Krakatau tetap di level II / waspada (Sejak 2012). Dengan artian Anak Krakatau adalah gunung aktif, yang bisa melakukan erupsi kapan saja.
Tapi selalu begitu, isu-isu diluaran seakan lebih gaduh dari aslinya. Belum lagi ditambah pengaruh polesan media-media pencari rupiah yang bisa melakukan apa saja demi menarik perhatian. Click bait! Kepanikan di media-media ternyata tidak dirasakan oleh masyarakat terdekat lokasi Anak Gunung Krakatau. Pulau sebesi, pulau berpenghuni terdekat dari Pulau Krakatau. Setelah banyak berbincang dengan warga lokal sana, ternyata mereka masih merasa aman dengan aktifitas Anak Gunung Krakatau. Kehidupan berjalan normal seperti biasanya.
Menurutnya, hal tersebut adalah wajar dan sering terjadi di Anak Gunung Krakatau, letusan-letusan kecil sebagai proses pertumbuhannya. Pengalaman menarik ketika saya berkesempatan mengunjungi Pulau Sebesi di awal bulan juli 2018, tepatnya 30 Juni – 1 Juli 2018.
Dan, saya juga mengunjungi Anak Gunung Krakatau.
(Wah tidak sadar kawasan ini!)
Mungkin akan ada sebagian dari pembaca yang berfikir demikian.
Ya, mengunjungi Anak Krakatau ini memang menuai pro dan kontra sejak lama dikalangan pecinta alam dan masyarakat. Terlebih karena status nya sebagai cagar alam.
Belum lagi mengunjungi Anak Krakatau saat kondisinya sedang ‘sakit’ (?)
(Uji nyali ya kau!)
Hehehehe...
Sebetulnya, tidak bermaksud merusak ataupun menantang alam. Pengalaman 1 malam di Pulau Sebesi dan kurang lebih 60 menit di Anak Gunung Krakatau sangat memberikan banyak pelajaran untuk saya.
Itulah kenapa di artikel ini, saya tidak akan mengulas tentang tempat wisata, bagaimana cara kesana, dan lain sebagainya. Seperti yang selalu saya lakukan ketika selesai mengunjungi suatu tempat.
Di artikel ini saya hanya ingin berbagi pengalaman, dan mari sama-sama memetik pelajaran dari pengalaman itu.
Kalau soal mengunjungi Anak Krakatau (baca: cagar alam) jangan ditiru ya...
Saya setuju dengan peraturan bahwa Cagar Alam tidak untuk berwisata. Untuk itu saya tidak akan merekomendasikan teman-teman pembaca untuk mengunjungi Anak Gunung Krakatau atau cagar alam manapun.
Dan mungkin ini akan jadi pengalaman sekali saja saya kesana.
Sesuai kebutuhannya, cagar alam boleh dikunjungi untuk penelitian. Karena seperti sudah disinggung diatas, di cagar alam terdapat berbagai macam spesies yang dilindungi. Khawatirnya, apabila menjadi tempat wisata, banyak pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang datang untuk merusak.
Bilapun teman-teman suatu saat (terpaksa/tidak) mengunjungi Cagar Alam manapun, mari sama-sama menjaga adab kita terhadap lingkungan. Patuhi seluruh yang harus di lakukan dan yang dilarang di area Cagar Alam.
Kurang lebih 30-60 menit saya dan teman-teman di Cagar Alam Krakatau, kami tetap teguh pada aturan yang sudah kami dapat dan pelajari.
Papan peraturan terpangpang nyata disana. Insyaa Allah kami tidak meninggalkan apapun selain jejak, tidak mengambil apapun selain gambar.
Menyaksikan Anak Krakatau dari dekat, dengan kondisi yang ‘kurang sehat’ menjadi pengalaman baru yang tidak akan terlupakan. Kepulan asap yang sesekali diiringi dentuman dan semburan abu menyambut kedatangan dan menjadi pemandangan selama disana.
Takut? Not really...
Meski kisah kelam sang pendahulunya bisa menghantui fikiran. Tapi kok saya malah lebih takut ketika baca berita-berita di media sosial ya. Serius! Diberita-berita seakan kondisinya sangat menakutkan, padahal tidak. Anak Krakatau baik-baik saja, seperti kata warga penghuni Pulau Sebesi.
Kami memang hanya diperbolehkan melihat Anak Gunung Krakatau dari kaki nya saja. Dari zona aman yang diberikan oleh local guide kami. Patok 4, dari puluhan patok sampai atas Anak Gunung Krakatau.
Aktivitas vulkanis Anak Gunung Krakatau masih terjadi hingga saat ini. Apakah Anak Gunung Krakatau akan meletus dahsyat seperti induknya?
Wallahu’alam. Hanya Penciptanya lah yang tau jawabannya.
Menurut ahli, sekalipun apa yang terjadi dalam kehidupan Krakatau yang dulu sangat menakutkan, realita-realita geologi, seismik serta tektonik di Jawa dan Sumatera yang aneh akan memastikan bahwa apa yang dulu terjadi pada suatu ketika akan terjadi kembali. Tak ada yang tahu pasti kapan Anak Krakatau akan meletus.
Beberapa ahli geologi memprediksi letusan ini akan terjadi antara 2015-2083. Namun pengaruh dari gempa di dasar Samudera Hindia pada 26 Desember 2004 juga cukup mempengaruhi.
Pakar lain yaitu Profesor Ueda Nakayama salah seorang ahli gunung api berkebangsaan Jepang berpendapat, Anak Krakatau masih relatif aman meski aktif dan sering ada letusan kecil. Hanya ada saat-saat tertentu para turis dilarang mendekati kawasan ini karena bahaya lava pijar yang dimuntahkan gunung api ini.
Tidak ada teori yang masuk akal tentang Anak Krakatau yang akan kembali meletus. Kalaupun ada minimal 3 abad lagi atau sesudah 2325 M. Namun yang jelas, angka korban yang ditimbulkan lebih dahsyat dari letusan sebelumnya. (Wikipedia)
Meski jika melihat langsung kondisinya seperti baik-baik saja, tidak ada salahnya untuk tetap waspada terhadap kemungkinan-kemungkinan terburuk.
Alam kadang tidak bisa diprediksi manusia. Kita semua tentu berharap bahwa semua akan selalu baik-baik saja. Tetap waspada, tetapi tidak dengan membuat kepanikan dengan menyebarkan berita-berita yang belum pasti kebenarannya.
Note:
1. Zaman yang semakin canggih, teknologi seakan menjadi hajat hidup manusia. Sebagai mahluk yang sempurna, sudah seharusnya kita bisa memanfaatkan kemudahan ini dengan sebaik-baiknya. Teknologi sudah pintar, SDM juga harus semakin pintar. Pintar-pintarlah memilih dan memilah informasi, tabayun dulu ketika akan meneruskan informasi. Tentang apapun itu.
2. Hormati lah alam, bertanggung jawab padanya. Maka alam akan menjaga kita.
3. Krakatau seperti mengajarkan kepada kita arti perjuangan hidup. Bagaimana diawal Krakatau Purba meledak menghancurkan dirinya, membelah pulau Jawa dan Sumatera. Lalu muncul lagi Krakatau yang baru yang kemudian harus hancur lagi berkeping-keping. Tapi kemudian bangkit lagi dengan bentuk yang baru yaitu Anak Krakatau. Seakan-akan Krakatau tidak pernah mati, terus bangkit dan bangkit dari kehancurannya.
Silahkan teman-teman menarik kesimpulan lain dari apa yang sudah saya ulas diatas. Semoga ada ilmu dan pelajaran yang bisa di ambil dari pengalaman dan dari kisah Gunung Krakatau.
Budayakan Comment Setelah Membaca :)
Posting Komentar