Pada September lalu, tepatnya 15-17 september 2017, saya berkesempatan mengunjungi salah satu kampung adat yang ada di Sukabumi. Datang bersama rekan-rekan dari Komunitas Backpacker Sukabumi untuk menghadiri acara adat rutin tahunan yaitu seren taun di Kasepuhan Ciptagelar.
Kasepuhan Ciptagelar berada di perbatasan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Banten. Jaraknya cukup jauh, yakni sekitar 100 KM dari pusat kota Sukabumi. Kampung Adat ini berada di kaki Gunung Halimun dan masih termasuk dalam kawasan Ciletuh–Palabuhanratu Unesco Global Geopark (CPUGG).
Perjalanan Menuju Kasepuhan Ciptagelar, Kampung Adat di CPUGG
Saya dan rombongan (sekitar 20 orang) berangkat menuju Kasepuhan Ciptagelar hari jumat 15 September 2017. Start dari Basecamp Sukabumi Facebook di Ciraden, Cisaat sekitar pukul 7 malam.
Sesuai itinerary kami akan singgah untuk menginap di Kasepuhan Sinar Resmi malam ini, sebelum esok pagi melanjutkan perjalanan ke Kasepuhan Ciptagelar. Kasepuhan Sinar Resmi juga salah satu kampung adat di kabupaten Sukabumi dan masih termasuk dalam zona inti Ciletuh-Palabuhanratu Unesco Global Geopark. Lokasi Kasepuhan Sinar Resmi ini lebih mudah di jangkau, sekitar 30KM dari kota Palabuhan Ratu.
Perjalanan dimulai dengan touring menggunakan sepeda motor menuju Palabuhan Ratu. Butuh sekitar 2 jam perjalanan untuk sampai ke Palabuhan Ratu dari kota Sukabumi. Kamipun sampai di Palabuhan Ratu sekitar pukul 9 malam. Untuk sampai di Kasepuhan Sinar Resmi sebenarnya 1 – 1 ½ jam lagi, tapi istirahat dulu lah.
Setelah istirahat sejenak di Palabuhan Ratu, kami melanjutkan perjalanan sekitar pukul 10 malam dan sampai di Kasepuhan Sinar Resmi pukul 11 lewat. Kami disambut baik oleh keluarga pemimpin Kampung Adat Sinar Resmi (Abah Asep) dan dipersilahkan menginap untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalan ke Kasepuhan Ciptagelar.
Keesokan harinya, selesai mandi dan sarapan, kami bersiap untuk melanjutkan perjalanan menuju Kasepuhan Cipatagelar. Pukul 10 siang kami berangkat dari Kasepuhan Sinar Resmi dengan menggunakan kendaraan Pick Up (bak terbuka) yang sudah di sewa. Kenapa tidak menggunakan motor? Alasannya tidak lain karena medan jalan menuju Kasepuhan Ciptagelar yang cukup ekstrim, sehingga kebanyakan orang enggan menggunakan kendaraan pribadi (apalagi jika tidak terbiasa berkendara di jalan jelek).
Menurut info yang saya dapat, biaya menyewa kendaraan ke Kasepuhan Ciptagelar ini dipatok 500-750k untuk kendaraan jenis L300 atau Truk, dan bisa mengangkut 10-20 orang. Cukup terjangkau ya, apalagi medan yang dilewati ternyata memang sangat sulit. Kita akan dibawa naik turun perbukitan dengan tipe jalan koral bebatuan (sebagian berupa aspal yang sudah mulai rusak), jalan sempit, berkelok dan tanjakan yang tidak ada habisnya menjadi pemandangan di sepanjang jalan menuju Kasepuhan Ciptagelar ini. Belum lagi kanan-kiri jalan berupa jurang yang cukup dalam, semakin menaikan adrenalin.
Tapi tenang, kecemasan menghadapi jalan sedikit teralihkan dengan pemandangan yang bisa dinikmati sepanjang perjalanan. Syahdunya lembah-lembah hijau, pesawahan, dan sungai yang terlihat dari atas perbukitan cukup mengurangi ketakutan kami. Perjalanan indah sekaligus mendebarkan itu harus ditempuh kurang lebih 1-2 jam perjalanan. Hingga akhirnya kami sampai di Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar sekitar pukul 12 siang.
Sesampainya disana, suasana hajatan bernuansa sunda sudah sangat terasa. Kami disambut dengan tabuhan alat-alat musik tradisional yang di mainkan oleh warga lokal. Selain kami, tamu-tamu lain pun sudah banyak yang berdatangan, padahal acara puncak sebenarnya masih esok hari (hari minggu).
Kami langsung menuju homestay (rumah warga) yang sudah disewa sebagai tempat istirahat dan menginap. Rumah-rumah warga di sekitar cukup banyak, dan bisa disewa untuk para pengunjung yang datang untuk menginap. Harga yang ditawarkan bervariasi, pintar-pintar saja menawar. Warga-warga disana ramah-ramah kok, dan enak untuk di ajak berbaur.
Acara seren taun sendiri adalah acara rutin yang diadakan setiap tahun oleh warga Kampung Adat. Sebagai bentuk bersyukur kepada Sang Maha Kuasa atas hasil panen yang sudah didapatkan. Acara seren taun 2017 ini adalah seren taun ke-649. Setiap tahun acara adat yang terbuka untuk umum ini selalu penuh sesak dengan pengunjung yang ingin menyaksikan langsung acara sakral kental dengan nuansa adat, yang sudah banyak ditinggalkan oleh mayoritas masyarakat sunda di tempat lain.
Untuk saya pribadi ini adalah pengalaman pertama menyaksikan acara seren taun di Kasepuhan Ciptagelar. Sudah sejak lama ingin datang, tapi baru kali ini ada kesempatan.
Semua tamu yang datang kesana akan dijamu ke salah satu rumah yang dijadikan pusat kegiatan, disebut juga ‘Imah Gede’. Imah Gede dalam bahasa indonesia yaitu Rumah Besar, rumahnya ketua adat.
Banyak makanan tradisional disuguhkan di Imah Gede, salah satu yang menjadi buruan para tamu adalah dodolnya yang khas dan enak banget. Di Imah Gede juga disediakan nasi dan lauk-pauk untuk tamu bersantap. Semua tamu bisa makan all you can eat semua hidangan secara GRATIS. Semua yang disediakan sebagai bentuk jamuan dari masyarakat Kasepuhan untuk tamu. Jadi, jika berkunjung kesana dijamin gak akan kelaperan, meskipun berada di pegunungan dan minim fasilitas.
Sempat terlintas dalam benak saya, berapa banyak beras dan bahan makanan yang harus di siapkan masyarakat kasepuhan untu menjamu tamu yang sangat banyak ini. Dengan rata-rata tamu akan stay selama 2 hari 1 malam, anggaplah per orang makan 3x/hari (bisa jadi lebih). Wow. Sedekah yang amat luar biasa, rasa syukur yang disalurkan kepada hal yang bermanfaat untuk orang banyak. Pantas saja hasil panen yang berlimpah setiap tahun, semata-mata karena ada keberkahan di dalamnya. Seketika takjub dengan apa yang saya saksikan disana.
Salah satu yang unik disana yaitu adanya syarat khusus untuk makan atau masuk ke Imah Gede. Bukan, bukan uang, melainkan harus menggunakan busana adat yang menjadi ciri khas masyarakat disana (masyarakat sunda secara umumnya), yaitu iket kepala atau iket sunda (laki-laki) dan sinjang atau kain batik yang dipakai seperti rok (perempuan). Jadi, jangan lupa dibawa ya kalau kesana.
Seren Taun di Kasepuhan Ciptagelar
Sejak sabtu malam sudah mulai banyak acara-acara adat yang ditampilkan. Hiburan-hiburan kesenian sunda untuk para pengunjung, seperti tarian-tarian, wayang golek dan lain-lain. Selesai menyaksikan acara-acara hiburan, saya dan kawan-kawan menuju homestay tempat kami menginap. Tipe-tipe rumah disana adalah rumah-rumah panggung dari bambu dan kayu dengan atap dedaunan kering. Saya tidak tau persisnya apakah itu jerami kering atau ilalang kering, yang jelas disana tidak menggunakan genteng / asbes sebagai atap. Tapi ternyata tidak ada bedanya kok, tidak ada angin atau hujan yang sembarang masuk dari atap-atap yang sekilas seperti tidak kuat itu. Didalam tetap nyaman dan hangat, meskipun suasana disana super dingin karena berada di kaki gunung.
Minggu (17 sept) adalah acara puncak yaitu upacara seren taun-pun digelar. Semua tamu sudah berkumpul di alun-alun kasepuhan, baik itu tamu umum maupun tamu undangan seperti aparat-aparat pemerintah setempat. Rentetan acara adat mulai di laksanakan sejak pagi, dan ditutup dengan upacara ‘Ngadiukeun’ yang dipimpin langsung oleh kepala adat Kasepuhan Ciptagelar (Abah Ugi). ‘Upacara Ngadiukeun’ ini yakni menyimpan padi ke lumbung padi yang disana disebut ‘leuit si Jimat’.
Setelah selesai acara kamipun bersiap untuk pulang, menggunakan kendaraan yang mengantar kami kemarin. Perjalanan pulang pun di mulai sekitar pukul 11 siang, dan sampai di kasepuhan Sinar Resmi sekitar pukul 12 lebih. Perjalanan serasa lebih panjang buat saya yang entah kenapa tidak begitu nyaman waktu itu, hampir muntah HAHA. Mungkin karena tengah hari dengan cuaca yang terik, ditambah bersempit-sempitan dengan teman-teman di box mobil. Meski begitu perjalanan tetap menyenangkan, karena selalu ada canda tawa yang bisa sedikit mengalihkan ketidaknyamanan saya.
Sampai di Kasepuhan Sinar Resmi kami beristirahat sejenak untuk mengumpulkan tenaga. Masih harus menempuh perjalanan lebih kurang 3 jam mengguanakan sepeda motor untuk sampai di rumah.Semangat! Kami melanjutkan perjalan pulang selepas shalat ashar.
Sungguh pengalaman yang menyenangkan bisa berkunjung ke Kasepuhan Ciptagelar, salah satu kampung adat di Sukabumi yang masih alami dan menjaga dengan baik tradisi-tradisi leluhur. Sekilas mirip dengan suku Baduy di kabupaten Banten, namun bedanya masyarakat di Kampung Adat Ciptagelar tidak mengisolasi diri dari dunia luar. Semoga suatu waktu bisa berkunjung lagi dengan akses jalan yang sudah lebih mudah.
4 komentar